Daftar Isi
Dana Pinjaman Modal Usaha, Simak Perbedaan Syariah dan Konvensional

Dana Pinjaman Modal Usaha, Saat ini kita hidup di era digital. Banyak kemudahan yang dapat kita lakukan dalam dunia usaha termasuk soal pendanaan usaha.
baca juga: Alasan Daihatsu Tak Sematkan Double Blower
Pendanaan dapat kita akses dari mana saja, salah satunya bank. Tentu prosesur pembiayaan bank konvensional dan syariah untuk hal-hal yang bersifat konsumtif sangatlah berbeda.
Namun prinsipnya masih ada kemiripan di antara keduanya.
Saat melakukan akad kredit di bank konvensional, peminjam (borrower) memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman dan bunganya di masa yang sebelumnya telah ditentukan.
Sementara dalam kredit modal usaha syariah, biasanya menggunakan prinsip syariah dengan akad murabahah (jual beli), mudharabah, musyarakah, hingga ijarah.
Berikut hal-hal yang membedakan kredit modal usaha konvensional dan syariah. Simak ulasan perbedaan keduanya:
Untuk kredit konvensional besaran cicilan dijalankan dengan menggunakan sistem bunga mengambang.
Hal ini berarti suku bunga bisa saja berubah sewaktu-waktu sesuai dengan suku bunga yang berlaku di pasar.
Dampaknya tentu akan membuat jumlah cicilan bisa saja mengalami kenaikan, sebab bunga kredit akan mempengaruhi besaran cicilan secara langsung.
Lain halnya dengan kredit syariah, yang sejak awal memang tidak mengenakan sejumlah bunga di dalam layanan mereka.
Dampaknya, jumlah cicilan yang harus dibayarkan akan selalu sama sejak awal kredit hingga masa akhir kredit tiba.
Suku Bunga
Ada 2 sistem perhitungan suku bunga bank mengikuti suku bunga pasar, yakni sistem mengambang (floating) yang akan menetapkan bunga sesuai dengan suku bunga yang terdapat di pasar secara berkala.
Selain itu, ada pula sistem tetap (flat) yang menetapkan besaran suku bunga yang tetap sejak awal hingga masa berakhirnya kredit tersebut.
Bagi sebagian orang, suku bunga flat dianggap lebih menguntungkan karena tidak perlu cemas jika suku bunga kredit tiba-tiba mengalami kenaikan.
Dalam kredit syariah, sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil sehingga tidak mengenal suku bunga kredit.
Oleh karena itu, keuntungan pihak bank telah lebih dulu ditetapkan pada awal. Adapun besarannya dipatok dalam kisaran tertentu.
Risiko
Pinjaman dengan pembiayaan konvensional, kamu sebagai nasabah menanggung seluruh risiko jika tidak dapat mengembalikan pinjaman.
Adapun dalam pembiayaan syariah, sebagian risiko akan ikut ditanggung kreditur, atau dalam hal ini pihak bank.
Misalnya kamu sebagai nasabah meminjam uang sebesar Rp125 juta dengan kredit konvensional yang digunakan untuk modal usaha.
Maka kamu sebagai nasabah wajib membayar kembali pokok pinjaman dengan bunga yang ditentukan meskipun usaha tersebut hanya menghasilkan omzet Rp100 juta.
Di sisi lain, ketika kamu memilih untuk menggunakan pinjaman syariah, maka pihak bank turut serta menanggung sebagian kerugian apabila ternyata usaha tersebut hanya menghasilkan Rp 100 juta.
Biasanya kredit konvensional akan mengenakan sejumlah denda terhadap nasabah yang terlambat melakukan pembayaran cicilan, besaran biaya denda ini biasanya diatur sejak awal dan sesuai dengan kebijakan bank atau lembaga pembiayaan tersebut.
Namun hal tersebut, tidak ditemui di dalam kredit syariah karena lembaga ini tidak mengenal istilah denda. Jika kita sebagai nasabah terlambat melakukan pembayaran, maka pihak bank atau lembaga pembiayaan akan menarik sejumlah dana atas keterlambatan.
Namun sebagian dana tersebut akan disumbangkan kepada lembaga sosial dan tidak menjadi bagian keuntungan atau pendapatan bagi pihak bank atau lembaga syariah tersebut.***
baca juga: Ashanty Niat Jual Rumah Rp60 Miliar